Thursday, 2024-05-02, 10:38 PM
Majalah Samudra-Online
Welcome Guest | RSS
Site menu
News topics
Opini [5]
Kumpulan Opini Majalah Samudra
Lintas Samudra [0]
Berita singkat kelautan dan perikanan
Kolom Samudra [3]
Kumpulan Kolom Majalah Samudra
Iptek [3]
Kumpulan artikel ilmu pengetahuan teknologi kelautan dan perikanan
Budidaya [3]
Kumpulan artikel budidaya perikanan
Lingkungan [5]
Kumpulan artikel lingkungan
Our poll
Bagaimana Perkembangan Sektor Kelautan dan Perikanan Menurut Anda?
Total of answers: 12
Main » 2009 » January » 8 » Mengelola Pascapanen Hasil Perikanan
Mengelola Pascapanen Hasil Perikanan
1:25 PM
Oleh : Prof. DR. Rokhmin Dahuri
 
Sejatinya perikanan merupakan suatu sistem bisnis yang terdiri dari tiga subsistem (komponen) Utama, yakni produksi, penanganan dan pengolahan (handling and processing), serta pemasaran. Pada subsistem produksi, kita bisa menghasilkan produk primer perikanan (ikan, udang, kerang-kerangan, echinodermata, dan biota perairan lainnya) melalui dua cara, yaitu penangkapan (perikanan tangkap, capture fisheries) dan pembudidayaan (perikanan budidaya, aquaculture).
 

Oleh sebab itu, kalau kita ingin sukses dalam membangun perikanan nasional, maka kita harus mengelola pembangunan perikanan atas dasar pendekatan bisnis perikanan terpadu. Sosok perikanan Indonesia yang berhasil adalah yang mampu memberikan keuntungan (kesejahteraan) bagi seluruh pelaku usaha (terutama nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan pedagang), memenuhi kebutuhan ikan dan produk perikanan nasional, menghasilkan devisa signifikan, serta menghadirkan pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 7% per tahun) secara berkelanjutan (on a sustainable basis).

Dalam praktiknya, pendekatan bisnis perikanan terpadu berarti memastikan, bahwa banyaknya (volume) setiap jenis ikan dan produk perikanan yang diproduksi (melalui perikanan tangkap maupun perikanan budidaya) harus sesuai (matching) dengan jumlah kebutuhan dan selera (preference) pasar (konsumen), baik pasar lokal, nasional, maupun ekspor.  Dengan demikian, dari perspektif bisnis, tugas kita di subsistem pemasaran adalah bagaimana agar masyarakat Indonesia dan dunia mengkonsumsi, menggunakan, dan membeli ikan dan produk perikanan sebanyak mungkin dengan harga yang menguntungkan para produsen.

Sementara itu, tugas subsistem penanganan dan pengolahan (pasca panen) adalah untuk menjamin, bahwa kualitas, keamanan (safety), rasa (taste), bentuk sajian, dan kemasan (packaging) ikan dan produk perikanan memenuhi segenap persyaratan dan selera konsumen (pasar). Pada subsistem inilah, proses peningkatan nilai tambah terhadap ikan dan produk perikanan berlangsung.

Bahkan, mengacu pada UU N0.31/2004 tentang Perikanan, proses penciptaan nilai tambah dalam sektor perikanan juga bisa ditempuh dengan menerapkan bioteknologi.  Yakni dengan cara mengekstraksi senyawa aktif (bioactive substances) atau produk alamiah (natural products) dari biota perairan, kemudian memprosesnya menjadi ratusan produk industri makanan dan minuman, obat-obatan (farmasi), kosmetik, cat, film, bioenergi, kertas, dan lainnya.

Selama ini, cara-cara kita mengelola pembangunan perikanan, baik di daerah maupun di tingkat pusat, pada umumnya bersifat parsial dan terpilah-pilah.  Acap kali kita hanya terfokus menggenjot produksi, tetapi lupa mengembangkan pasarnya, dan sebaliknya. 

Dengan demikian, para nelayan dan pembudidaya ikan Indonesia sampai sekarang masih sering tertimpa dilema market glut.  Suatu keadaan, dimana kalau tidak ada atau sedikit ikan (musim paceklik atau bukan musim panen) harga ikan tinggi (bagus), tetapi begitu musim penangkapan atau panen ikan, harganya turun drastis. 

Penyakit kronis ini secara sistematis sudah mulai disembuhkan oleh DKP sejak awal 2002 antara lain melalui program utamanya berupa penguatan dan pengembangan pelabuhan perikanan sebagai pusat bisnis perikanan terpadu, pembangunan pasar ikan higienis, serta  match making (mempertemukan) para produsen (nelayan dan pembudidaya ikan) dan para pembeli baik nasional maupun asing.

Dalam hal penanganan dan pengolahan hasil (industri pasca panen), kita pun tertinggal dibanding Thailand, Malaysia, dan Singapura.  Ikan dan produk perikanan Thailand lebih menguasai pasar Jepang, AS, dan Uni Eropa. Karenanya wajar, meskipun saat ini total volume produksi perikanan Thailand (urutan-12 dunia) jauh lebih kecil ketimbang Indonesia (urutan-5), namun nilai ekspor perikanan Thailand (US$ 3,9 miliar) jauh melampui Indonesia yang hanya US$ 2,1 miliar. 

 

Dinamika Pasar

          Secara potensial, prospek pasar ikan dan produk perikanan Indonesia sangat menjanjikan, karena tiga alasan.  Pertama, bahwa seiiring dengan terus bertambahya jumlah penduduk Indonesia maupun dunia dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan nilai gizi ikan dan produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan manusia, maka permintaan (demand) terhadap ikan dan produk perikanan bakal terus bertambah.

Konsumsi ikan penduduk dunia meningkat dari 9 kg per kapita pada 1961 menjadi 16,5 kg/kapita pada 2003 (FAO, 2007).  Demikian juga halnya di Indonesia, yang pada 1998 baru mencapai 18 kg/kapita, kini sudah sebesar 28 kg/kapita.

Jika rekomendasi Perhimpunan Ahli Gizi Indonesia terpenuhi, yakni konsumsi ikan penduduk Indonesia rata-rata 30 kg/kapita, maka pada 2010 total kebutuhan ikan nasional (pasar domestik) sebesar 250 juta orang dikalikan 30 kg/orang, yaitu 7,5 juta ton.  Belum lagi kebutuhan ikan dan produk perikanan untuk ekspor, dan untuk industri tepung ikan dan minyak ikan.  Padahal, total produksi ikan dari penangkapan di laut yang maksimum diizinkan sekitar 5,2 juta/tahun (80% dari 6,4 juta ton/tahun, potensi lestari) dan dari penangkapan ikan di perairan umum sekitar 0,5 juta ton/tahun. 

Bayangkan pada 2040, ketika total penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 500 juta (BPS, 2006), berarti kebutuhan ikan nasional untuk konsumsi saja mencapai 15 juta ton.  Dan, penduduk dunia yang saat itu sekitar 8 miliar (PBB, 2003) akan memerlukan ikan untuk konsumsi saja, sebesar 132 juta ton. Dengan kata lain, kita mesti meningkatkan produksi aquaculture, yang saat ini baru mencapai sekitar 2 juta ton/tahun atau 3% dari total potensi produksi aquaculture nasional, sekitar 57 juta ton/tahun. 

          Kedua, dengan semakin menciutnya padang penggembalaan dan menurunnya produksi pakan ternak, maka pasok protein hewani yang berasal dari sapi, babi, ayam, dan ternak lainnya diperkirakan bakal menurun. Ini hanya dapat dikompensasi oleh protein hewani dari ikan dan produk perikanan. 

          Meskipun prospek pasarnya begitu cerah, namun kenyataannya kinerja ekspor perikanan Indonesia masih jauh dari harapan kita bersama.  Seperti sudah diungkap di atas, nilai ekspor perikanan lebih rendah ketimbang Thailand, bahkan kalah oleh Vietnam.

Kalau pada 2002 Indonesia masih merupakan pengekspor udang terbesar ke pasar Jepang, kini kita berada pada posisi ketiga setelah Thailand dan India. Padahal baik potensi maupun realisasi produksi perikanan Indonesia lebih besar daripada kedua negara tersebut.  Ini pertanda ada sesuatu yang salah dengan kinerja subsistem pasca panen dan pemasaran perikanan Indonesia.

          Sebagai ilustrasi betapa masih kurang memadainya kinerja subsistem penanganan dan pengolahan hasil perikanan di tanah air adalah perikanan tuna di Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta, yang nota bene merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Nusantara ini.  Hanya sekitar 45% dari total ikan tuna yang didaratkan di pelabuhan ini, memenuhi persyaratan sebagai tuna kualitas sashimi (sashimi-grade tuna) yang diekspor langsung ke Jepang dengan pesawat terbang. 

Setelah sampai di pasar-pasar ikan Jepang, sekitar 20% dari total ikan tuna yang diimpor dari Indonesia, kualitasnya diturunkan (down-graded) menjadi kualitas raw material-grade tuna. Perlu diketahui, bahwa harga sashimi-grade tuna di pasar Jepang berkisar dari US$ 5/kg sampai US$ 30/kg.  Sedangkan, raw material-grade tuna hanya kurang dari US$ 2/kg (PCI, 2001).

          Sebagaimana kita maklumi, setiap negara pengimpor produk perikanan (Jepang, AS, Uni Eropa, dan lainnya) mengajukan sejumlah persyaratan (requirements) baik yang berkaitan dengan kualitas dan keamanan produk (non-tarrif bariers) maupun pembatasan tarif (tarrif barriers) kepada negara atau perusahaan pengekspor.  Di sinilah kita bersaing dengan negara-negara pengekspor produk perikanan lainnya, terutama Thailand, Cina, Vietnam, India, serta beberapa negara Amerika Selatan dan Amerika Latin. 

          Sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, 230 juta orang, prospek pasar domestik untuk ikan dan produk perikanan di Indonesia diyakini bakal semakin cerah. Kalaulah sampai saat ini, sebagian besar (65%) produk perikanan yang dikonsumsi oleh konsumen Indonesia berupa produk olahan tradisional seperti ikan rebus, ikan kering, ikan asap, ikan asin, pindang, peda, daging ikan dan cincang (minced), maka ke depan dengan semakin meningkatnya daya beli (purchasing power) dan bertambahnya kelas menengah ke atas, permintaan terhadap ikan (seafood) segar, ikan hidup, ikan beku, dan produk berbasis surimi yang siap dimasak (ready-to-cook) dan siap saji atau siap santap (ready-to-serve or to eat) akan semakin berlipat ganda.

 

Memanfaatkan Peluang

          Untuk dapat memanfaatkan peluang pasar ikan dan produk perikanan yang demikian besar, baik di pasar domestik maupun global, sekali lagi kita harus membangun perikanan Nusantara ini dengan menerapkan pendekatan bisnis terpadu, ada benang merah yang sinergis antara subsistem produksi, penanganan dan pengolahan, serta pemasaran. Selanjutnya, kunci yang menentukan daya saing produk perikanan adalah: (1) kualitas dan keamanan produk, (2) harga yang bersaing (relatif murah), dan (3) kehandalan (reliability) pasokan (supply).

Agar kita bisa menghasilkan produk perikanan dengan keunggulan daya saing yang tinggi tersebut, maka kita harus menggunakan Iptek dan manajemen profesional dalam setiap subsistem perikanan tersebut.  Teknologi penangkapan dan budidaya perikanan harus ramah lingkungan untuk memastikan bahwa pembangunan perikanan yang kita laksanakan dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan. Tata ruang, pengendalian pencemaran, konservasi ekosistem, pengkayaan stok, dan program perawatan lingkungan lainnya mesti terus dikerjakan.

          Pelaksanaan program rantai dingin (cold-chain system) untuk komoditas-komoditas perikanan bernilai ekonomis penting, yang sudah dirintis DKP sejak 2001 mesti terus diperkuat dan dikembangkan.  Program perawatan dan pembangunan pelabuhan perikanan, tempat pendaratan ikan, dan pasar ikan yang memenuhi HACCP, persyaratan higienis, dan persyaratan mutu produk perikanan secara internasional lainnya harus juga terus ditumbuhkembangkan. 

Program peningkatan kesadaran publik (produsen, pedagang perantara, konsumen, dan lainnya) tentang arti penting mutu dan kemanan ikan dan produk perikanan juga mesti terus digalakkan. Akhirnya, kerja sama sinergis antar seluruh stakeholders perikanan menjadi kunci keberhasilan pembangunan perikanan nasional, terutama yang bertalian dengan aspek penanganan dan pengolahan serta pemasaran hasil perikanan.

         

 

 

Category: Kolom Samudra | Views: 8441 | Added by: Redaksi | Rating: 4.2/4 |
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form
News calendar
«  January 2009  »
SuMoTuWeThFrSa
    123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
Search
Site friends
Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x
Copyright MyCorp © 2024Website builderuCoz